Padatnya jadwal kegiatan harian yang harus dijalaninya, tidak membuat Direktur IT & Supply PT Telkom, Indra Utoyo, menyiratkan kelelahan.
Raut wajahnya begitu cerah saat menyilakan wartawan Republika, dan pewarta foto, Irianto PR, menyita sebagian waktunya untuk berbincang, pekan lalu.
Matanya bahkan berbinar saat kami mulai membahas soal ndonesia Digital Community (indigo), yang dimaksudkan sebagai inkubator industri kreatif di tanah air guna menyasar komunitas broadband, yang diluncurkan 12 September lalu. Berikut petikan wawancara kami.
Apa motivasi PT Telkom dengan membentuk Indigo?
Saat ini adopsi teknologi digital semakin meluas di masyarakat. Kondisi ini ke depan akan membentuk sebuah ekonomi kreatif, dimana konsep, ide, desain dan karya bisa dipertukarkan dengan mudah lewat media digital. Mata uang yang berlaku adalah konsep ide dan intellectual property. Kami di Telkom menyadari hal itu, dan ini berarti kita harus menyiapkan diri untuk mendukung era tersebut. Apalagi dengan infrastruktur yang dimiliki Telkom, yang dapat memberikan manfaat yang semakin besar bagi ekomoni masyarakat.
Untuk itulah Telkom meluncurkan inisiatif Indigo. Dengan fasilitas yang ada, Telkom dapat mewadahi karya-karya kreatif yang belum tersentuh. Karya yang selama ini tak tampak atau kurang terekspos. Kita coba untuk menggali potensi yang ada untuk dimunculkan dan dipertukarkan pada masa digital ini. Ini yang kita sebut dengan unleash, karena teknologi ICT ini memerdekakan atau membuka sumbat yang ada selama ini.
Jika sebelumnya, melakukan produksi musik misalnya, sulit karena dibatasi oleh ruang, seperti studio, sekarang tak perlu lagi. Cukup bermodal software saja sudah dapat membuat sebuah karya. Cara distribusinya dipasarkan secara digital. Kemudahan dalam penyimpanan untuk karya-karya digital juga terlihat dari harga storage yang semakin murah. Adanya mekanisme supply dan demand secara efektif mampu mempertemukan pasar dengan produsennya.
Apa tujuan semua itu?
Kami ingin membangun masyarakat berbudaya Digital, atau kami istilahkan Berbudi. Kita tahu perkembangan teknologi makin cepet, murah, canggih. Teknologi berkembang terus, tetapi mengapa budayanya tidak? Perkembangan teknologi harusnya dibawa dengan budaya yang tepat. Sekarang budayanya makin permisif. Teknologi juga memiliki sisi negatif atau mudharat yang dikandung. Ini hanya bisa diantisipasi jika budayanya disiapkan.
Digital ini merupakan konsep ini terdiri dari nilai-nilai, yaitu dignity (keteguhan dan konsistensi karya). Kita ingin semua orang punya kebanggaan pada perannya masing-masing. Bangga sebagai guru, wartawan, dan lainnya. Ini kunci pertama yang membuat konsisten dalam berkarya. Ditunjukkan dengan Inovasi tanpa henti. Semakin mudah inovasi membuat produksi, distribusi mudah bertemu market.
Ketiga, agar manfaat teknologi efektif ke depan harus membuat good governance, yaitu cara-cara yang baik, fair (kepatuhan demi kinerja yang lebih baik), dan pengelolaan yang baik. Tanpa good governance kita tak ubahnya bunuh diri.
Pola pikir juga harus Integral, tidak bisa berpikir sendiri, harus holistik, tumbuh bersama. Ini ditunjukkan dengan wikipedia, google. Dimana ada kepercayaan, "We are better than me". Jadi terjadi sebuah pengkayaan akumulasi pengetahuan jika dipegang bersama-sama. Sehingga open source semakin bagus, wikipedia terus diupdate, karena semua orang terlibat. Budaya itu sangat penting, tumbuh bersama-sama.
Nilai lainnya adalah Transparan, budaya mau berbagi, berbagi pengalaman, berbagi ilmu. Selanjutnya, harus Apresiatif, jangan membajak, mengkopi karya, karena akan mudah sekali dilakukan di dunia digital. Nilai terakhir tentunya harus Legal, atau sesuai dengan aturan.
Bagaimana itu bisa diimplementasikan di lapangan, di tengah budaya sebaliknya yang marak saat ini?
Mekanisme digital yang diterapkan pada Indigo ini nantinya akan menjadi economy long tail. Setiap karya digital memiliki pasarnya sendiri. Ada yang karya dalam bentuk buku atau lagu yang didengar hanya 100 orang. Ini sangat dimungkinkan di format digital, berbeda dengan era fisik, dimana hanya yang laku saja yang ada di toko dan disimpan di rak.
Dengan begitu kita mendorong dengan empat aspek. Pertama, kita lakukan edukasi, memberikan sosialisasi bagaimana potensi-potensi yang meskipun kecil tapi bernilai produktif. Yang menarik dari potensi ini, kita tak perlu menunggu orang untuk harus memiliki jenjang pendidikan yang tinggi. Orang yang punya kelebihan yang cukup unik bisa langsung membangun industri. Misalnya, pintar bikin lagu, bisa jual karyanya ke komunitas. Bikin cerpen, komik tanpa menunggu selesai jenjang pendidikan S1 atau S2. Pada masa edukasi ini, kami terus menggali potensi yang ada di masyarakat kreatif dan mendorongnya untuk terus berkarya.
Kedua, karya tersebut akan didukung untuk produksinya, ketiga distribusinya, termasuk promosinya, untuk menjahit antara penawaran dan permintaan. Telkom tak harus bergerak sendiri. Aliansi dengan berbagai pihak terus digalakkan untuk memperluas inisiatif, antara lain melalui Santri Indigo, hasil kerjasama Republika dan Telkom. Saya sendiri sangat menghargai inisiatif Republika. Ini yang kita harap masyarakat berbudi. Tidak bisa bisa membangun sendiri. Harus bersama.
Ini mengarahkan bagaimana santri bisa produktif dengan memanfaatkan teknologi digital. Itu memungkinkan munculnya konten-konten spiritual yang kreatif di jaringan Telkom. Ada pembagian pengetahuan yang diharapkan memberikan berkah dan bisa mendorong serta memajukan ekonomi.
Karya digital seperti apa yang dibidik Indigo?
Terutama konten-konten budaya, atau cultural content. Apalagi mengingat kekayaan budaya Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kalau ditanyakan, apa yang membanggakan masyarakat kita terhadap bangsa kita, mungkin jawabannya adalah kebudayaan kita, karena sangat kaya. Cultural content merupakan potensi yang perlu dikembangkan, baik itu dalam musik, game, animasi, komik, sastra dan sebagainya. Itu kan sebuah bentuk budaya yang bisa dipertukarkan secara digital, dan kita sangat kaya.
Kita akan mendorong munculnya komunias-komunitas digital yang diharapkan dapat tumbuh dan menjadi peluang bagi potensi pembangunan industri. Mengenai kebudayaan, Telkom ingin menggali dari kekayaan budaya kita sendiri. Saya bermimpi adanya karakter-karakter komik yang merupakan karya kita, bukan dari luar negeri, seperti anime Jepang. Tidak harus kuno, tapi bisa mengikuti perkembangan zaman. Misalnya, Gundala Putra Petir mungkin sudah tidak cocok lagi kalau memakai cara-cara kentongan. Tapi pesan moralnya sama. Pling tidak muncul karya-karya seperti itu. Komik-komik yang khas kita dan tidak harus ketinggalan jaman. Karya-karya yang fancy dan funky.
Dari fenomena yang ada di internet, namanya Web 2.0 berlaku partisipatory network, seperti contohnya U tube. Orang-orang melakukan sharing exspose foto video. Saya pikir mungkin akan lahir karya-karya karena setiap orang didorong untuk mengekspose dirinya atau kehidupannya. Dengan keyakinan itu, yang bisa dibanggakan dari bangsa kita itu budaya. Kita kaya sekali dengan budaya, yang hanya setelah dicolongi negara tetangga, baru sadar.
Nantinya, karya-karya yang dapat masuk Indigo adalah yang memiliki valuetainment, yaitu sesuatu yang menghibur tapi punya value atau nilai. Kriteria ini didasari atas tiga pilar, yaitu spiritual based, creative based dan knowledge based. Karya dengan kriteria inilah yang kita dukung. Karya-karya yang mempunyai nilai tambah, mencerdaskan, memperkaya budaya, bersemangat kecintaan kepada negeri. Karya yang membangun.
Lalu apa yang yang dilakukan Telkom untuk mendapatkan karya seperti itu?
Ada dua pendekatan yang dilakukan Telkom. Yaitu dengan cara menghampiri atau jemput bola, yang dilakukan dengan workshop. Bila ada komunitas yang sudah lebih siap, bisa langsung bergabung. Tapi ada juga yang harus dipancing karena potensinya tersembunyi. Jadi ada beberapa pendekatan. Sasarannya terutama kalangan muda, mereka yang lebih ekspose dengan teknologi.
Bagaimana dengan perlindungan hak cipta karya digital tersebut?
Telkom ingin menciptakan arsitektur untuk partisipasinya, juga mekanisme kalau orang ingin berkarya dan dilindungi karya ciptanya. Ada mekanisme yang dapat membuat karya itu dilindungi dengan teknologi. Antara lain dengan menggunakan Digital Asset Management, yang salah satunya adalah Digital Water Marking (DWM). Ini seperti uang yang ditandai, tapi alih-alih uang, yang dilindungi adalah karyanya. Dengan sistem ini, kita dapat mengetahui jejak atau data personal dari orang yang mengunduh konten. Jika konten ini kemudian dikopi lagi ke orang lain, maka sumbernya dapat diketahui karena sudah terekam. Sistem ini bisa dilakukan di semua karya digital, seperti video, lagu atau cerpen.
Selain memberitahu identitas pengunduh dan memberikan perlindungan pada karya digital, pembuatnya juga dapat mengetahui siapa saja yang menggunakan atau menikmati karya-karyanya. Contoh yang menggunakan Digital Water Marking adalah iTune free di internet. Model bisnisnya juga dibuat supaya cukup sehat. Dengan adanya penghargaan, maka produsen karya digital bisa lebih produktif lagi, karena dapat menjadi wahana untuk berwirausaha.
Sebaliknya, bagaimana masyarakat mengakses karya digital di Indigo?
Kita akan orientasi pada komunitas atau user. Kita juga akan membuka beberapa Indigo corner. Untuk tahap pertama mungkin baru akan dibuka di Jakarta dan Bandung. Nanti kita orientasi pada user, baik di rumah, sekolah atau mal, bisa langsung mengakses ke layanan broadband, tanpa harus punya fasilitas untuk Speedy itu sendiri. Nah, ini dibantu dengan simpul-simpul Indigo store
Infrastruktur seperti apa yang disiapkan Telkom untuk Indigo?
Kami menyiapkan jaringan distribusi, baik broadband, broadcast, mobile and fixed di digital asset management, termasuk Digital Water Marking. Ada mekanisme pembayarannya sehingga orang mudah bertukar barang digital, produk atau konten. Pembayaran bisa dengan mobile wallet, mobile payment yang berbasis internet. Kita punya berbagai media untuk itu.
Kapan masyarakat dapat menikmati karya-karya digital tersebut? Kita berharap triwulan pertama 2008 sudah muncul komunitas-komunitas di Gema (games, education, music dan animation). Itu dulu kita mulai. Lalu, kita akan mulai membangun simpul-simpul indigo corner. Tahun depan ini mungkin tahun edukasi dan sosialisasi. Karena ini adalah hal baru. Kita mempunyai situasi yang berbeda untuk memaknai keberadaan kita untuk mmeberikan manfaat yang lebih besar lagi pada masyarakat. Telkom memiliki jaringan broadband, 3G, Flexi, TV kabel (Telkom Vision) yang merupakan potensi dan akan dioptimalkan untuk ini.
Ini akan mengubah platform bisnis Telkom?
Ya, karena kita ingin berubah menjadi penyedia value. Kita tak ingin terjebak pada adu harga atau perang tarif seperti yang terjadi sekarang. Tren yang terjadi saat ini, di satu sisi nilai bisnis dari penguasaan infrastruktur jaringan telekomunikasi mengalami kecenderungan menurun. Sementara, bisnis dari pemanfaatan nilai informasi (value of information) justru mengalami kecenderungan meningkat. Hal ini perlu disikapi dengan perubahan paradigma dalam melakukan pendekatan bisnis InfoCom ke depannya. Telkom ingin memberikan nilai tambah, value pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
--''Indra Utoyo bergabung di PT Telkom sejak 1986. Lulusan terbaik Fakultas Teknologi Industri ITB ini tertarik pada bidang teknologi informasi karena merupakan hal baru baginya saat itu. Ia merasa tertantang untuk menekuni bidang tersebut. Pilihannya untuk masuk Telkom memang tepat. Bapak dua anak ini banyak belajar dan diserahi berbagai tugas penting untuk mengembangkan bisnis Telkom ke depannya. Meskipun harus dikritisi keluarga karena waktu yang banyak dihabiskannya di Jakarta, sementara keluarganya tinggal di Bandung. Waktu senggangnya dimanfaatkan bersama keluarga dan bermain badminton atau tenis sebagai hobinya.''
Ada pengalaman menarik selama di bekerja di PT Telkom?
Saya selalu bersyukur mendapatkan tugas mengembangkan bisnis baru. Itu menuntut kita menjadi benar-benar kreatif. Apa yang bisa dilakukan Telkom untuk bermanfaat bagi masyarakat. Kita beruntung bisa seperti sekarang.
Pertimbangan Anda masuk Telkom?
Dulu, background saya adalah telekomunikasi. Jadi harus masuk ke bidangnya. Saat itu, siapa lagi pemainnya selain Perumtel. Karena itu saya masuk ke sana. Banyak kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk berkembang, antara lain penugasan di bidang IT, yang dulu merupakan hal baru. Saya beruntung bisa masuk di angkatan-angkatan awal, jadi mengawali berbagai inisiatif, multimedia, indigo, ecommerce, Telkomnet, Bcommerce. Penugasan-penugasan yang membangun hal-hal baru.
Cita-cita Anda memang berkarier di bidang teknologi informasi?
Dulu arahnya telepon, tapi saya pilih IT. Intinya ingin mencoba sesuatu yang baru, tapi belum tahu juga jadi apa. Tapi saya menyenangi bidang ini tergantung dari bagaimana kita menyikapinya. Yakin bahwa ada banyak ilmu di setiap penugasannya. Jadi semua penugasan harus dilakukan secara optimal.
Biodata
Nama : Ir. Indra Utoyo MSc. DIC
TTL : Bandung, 17 Febuari 1962
Agama : Islam
Istri : IR. Prahesti MSc. DIC
Anak : Briantono Muhammad Raharjo (18 tahun)
Hammam Muhammad Irfantoro (12)
Pendidikan : IR (S1) Teknik Elektro Telekomunikasi, Institut Teknologi Bandung (ITB) -- Oktober 1985
MSc in Communication & Signal Processing, Imperial College of Science Technology & Medicine, University of London, London Inggris, 1994
Diploma of Imperial College (DIC), Imperial College of
Science, Technology & Medicine, London, Inggris, 1995
Karir : 1. System Engineer Avionic, Direktorat Teknologi IPTN (1985-1986)
2. Berbagai penugasan bidang Sistem Informasi Telkom (1986-1990)
3. Kepala Urusan Pusat Komputer & dukungan Teknik Pusat Teknologi dan Sistem Informasi (Pusteksi) Telkom (1990-1991)
4. Manajer Perencanaan & Pengembangan Sistem Informasi Pusteksi Telkom (1991-1993)
5. Magang pada Network Development, Mercury Communication Bracknell Inggris (1994-1995)
6. Koordinator Lab. Transport & Broadband, Divisi Riset Teknologi Informasi (DivRisTi), Telkom (1995-1996)
7. Kepala Bidang Infrastruktur Divisi Sistem Informasi Telkom (September 1996-Agustus 1997)
8. General Manager Niaga, Divisi Multimedia Telkom (Agustus 1997-Maret 2000)
9. General Manager Telkom Bogor, Divisi Regional II (Maret-Mei 2000)
10.Kepala Proyek Bisnis B2B Commerce (e-Business) Telkom (Mei 2000-Des 2002)
11.General Manager e-Business Telkom Multimedia (Jan 2003- Feb- 2004)
12.Dewan Komisaris PT Napsindo Primatel Internasional (Sep 2003)
13.Deputi Kepala Divisi Telkom Multimedia (Mar 2004-Jan 2005)
14.Kepala Pusat Telkom Information System Center (TISC) (Feb 2005-Okt 2006)
15.Senior General Manager Information System Center (Okt 2006-28 Feb 2007)
16.Direktur Information Technology/ CIO PT Telkom (28 Feb 2007 - sekarang)